Jumat, 03 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

A.  Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).

B. Insiden
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat.
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).

C.  Etiologi
Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

D.  Fase Luka Bakar
Fase – fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :
1.  Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2.  Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3.  Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.






E.  Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)
1. Dalamnya luka bakar
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial (tingkat I)
Jilatan api, sinar ultraviolet (terbakar oleh matahari)
Kering tidak ada gelembung, edema minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas
Bertambah merah
Nyeri
Lebih dalam dari partial (tingkat II)
-         Superfisial
-         Dalam
Kontak dengan bahan air atau bahan padat. Jilatan api kepada pakaian. Jilatan langsung kimiawi, sinar ultraviolet
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali
Berbintik – bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
Kontak dengan bahan cair atau padat. Nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik
Kering disertai kulit yang mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan
Putih, kering, hitam, coklat tua,  hitam, merah
Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut

2.  Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
3.  Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A.  Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B.  Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C.  Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

F.  Patofisilogi
WOC terlampir (http://www.artanto.com)

G.  Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)
Perubahan
Tingkatan hipovolemik (s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik (12 jam – 18/24 jam pertama
Mekanisme
Dampak dari
Interstitial ke vaskuler
Hemodilusi
Fungsi renal
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang
Oliguri
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat
Diuresis
Kadar sodium / natrium
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan edema
Defisit sodium
Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu)
Defisit sodium
Kadar potassium
K+ dilepas sebagai akibat cidera jaringan sel – sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang
Hiperkalemi
K+ bergerak kembali dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar)
Hipokalemi
Kadar protein
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas
Hipoproteinemia
Keseimbangan nitrogen
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan
Keseimbangan nitrogen negatif
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas
Keseimbangan nitrogen negatif
Keseimbangan asam basa
Metabolisme anaerob karena perfusi jaringan berkurang, peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum
Asidosis metabolik
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme
Asidosis metabolik
Aliran darah renal berkurang
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi
Stres karena luka
Eritrosit
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil
Luka bakar termal
Tidak terjadi pada hari – hari pertama
Hemokonsentrasi
Lambung
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri
Rangsangan central di hipotalamus dan peningkatan jumlah cortison
Akut dilatasi dan paralise usus
Peningkatan jumlah cortison
Jantung
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar
Disfungsi jantung
Peningkatan zat MDF (Miokard Depresant Factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok septic
CO menurun

H.  Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)
A.  Luka bakar grade II :
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B.  Luka bakar grade III
C.  Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

I.   Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan
a)  Udara panas        mukosa rusak        oedem       obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin       iritasi          Bronkhokontriksi          obstruksi         gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler        hipovolemi relatif        syok          ATN          gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan         Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfadiazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu




DAFTAR PUSTAKA


Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.  Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio). (Online) http://www.artanto.com.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar